Kau pernah bertanya , apa itu cinta? Bagaimana kita tau itu
cinta? Seperti apa cinta itu?
Aku hanya bisa diam. Dari sekian banyak kata-kata manis
tentang cinta, diam malah jawaban yag aku berikan kepadamu.
Lalu kita mulai berjalan beriringan. Dengan biasa, langkah
yang seperti memiliki irama dalam setiap ketukannya. Lalu aku memalingkan
wajahku kearahmu dan bilang ‘ini cinta’.
Kita duduk
bersebelahan, slaing berbincang santai tentang semua yang ingin kita bicarakan.
Sesekali tersenyum dan tertawa. Angin yang memberi jarak diantara kita
menyejukkan dan semakin membuat nyaman. Waktu terus menghitung helaan nafas
kita berdua tanpa protes kenapa kita begitu betah untuk bersama seperti ini. Lalu
aku mulai memanglingkan wajahku lagi ke arahmu dan bilang ‘ini cinta’
Saat jarak cukup untuk memberi ruang antar kita berdua untuk
saling memahami tanpa harus saling mengunci tatapan. Saat kita berada di tempat
yang jauh berbeda dan dengan aktifitas yang berbeda. Tapi terimakasih untuk
manusia jenius dimasa lalu yang menciptakan hand phone yang membuat kita berdua
bisa saling mendengar suara, berbagi rindu dan membayangkan ekspresi
masing-masing saat itu. Menghabiskan malam dengan mendengar suaramu lalu aku
menghela nafas dan bilang ‘ini cinta’.
Begitu banyak wajah yang mengisi hari-hariku. Begitu banyak
wajah tertangkap mata dan kadang bertahan lama disana. Tapi tetap saja aku
seperti kebiasaan hanya berharap untuk dapat menemukan wajahmu diantara
wajah-wajah itu. Lalu aku mulai berfikir ‘ini cinta’
Aku mulai melamun tentang banyak hal. Tentang bagaimana
kalau tidak pernah ada ini? Bagaimana kalau itu tiba-tiba lenyap menghilang? Lalu
ntah bagaimana aku mulai memikirkanmu. Bagaimana kalau aku bertemu denganmu
lebih cepat? Bagaimana kalu kau tiba-tiba mengacuhkanku? Dan rasa takut mulai
merangkak menyelinap di sela-sela
kenyamananku. Lalu aku mulai berfikir dengan helaan nafas berat ‘ini cinta’
Saat kau mulai menggenggam tanganku dalam diammu. Aku melihatmu
dalam jutaan fikiranku tentangmu. Bagaimana bisa aku begitu menyukai senyummu? Bagaimana
bisa aku begitu menggilai raut cemburumu? Bagaimana bisa aku begitu memuja
wajah sendumu saat sedang tenggelam dalam fikiranmu sendiri? Lalu aku mulai
tersenyum ‘ini cinta’
Aku benci rasa khawatir yang menggelisahkan saat rindu mulai
merajai emosi. Aku benci amarah yang tersenyum penuh kemenangan saat cemburu
mulai mengambil alih seluruh perasaan yang aku miliki. Aku benci tentang harus
menerima realitas yang wajar bahwa bukan hanya aku yang ada di hidupmu. Aku benci
membayangkan bagaimana fikiranmu yang bisa memikirkan banyak orang sedangkan
aku hanya kamu. Aku benci menyadari bahwa aku satu-satunya yang disini
mengharapkan bahwa semoga akan selalu ada “kita”
Lalu aku tersenyum pahit ‘ini cinta’